Saya Ingin Lihat Rezim Iblis Ini Berakhir

Saya Ingin Lihat Rezim Iblis Ini Berakhir
(Sebuah Cerita Pendek)
Oleh: Yons Achmad

Sebuah pesan WA masuk senja itu.

“Malam ini, jam 20.30 di Profetika Kafe”

“Siap Bang,”

Bram.Panggilan akrabnya. Sosok itu tidak terlalu banyak bicara. Sosok yang legendaris, sekaligus misterius. Angkatan 2000-an. Dia bukan sosok yang banyak dikenal, layaknya mereka yang sering menamakan diri angkatan 98. Jauh di bawah itu. Hanya, kalau dirinya sudah berinisiatif mengajak “Ngopi-Ngopi”. Pasti ada sesuatu yang penting. Seperti biasa, pertemuan tak bakal lama. Tak lebih satu jam saja. Agenda pertemuannya apa? Tak pernah diungkap sebelumnya.

Kami, hanya tinggal bilang “Siap Bang, Datang.” Itu saja.

Malam itu, kami menangkap satu pesan saja.

“Saya Ingin Lihat Rezim Iblis Ini Berakhir.”

Ia berpamitan. Meninggalkan kami dengan pekerjaan rumah yang tentu tidak gampang. Kami yang datang hanya bisa mengela nafas panjang. Kami semua memang setuju. Rezim ini, yang katanya “Rezim Iblis,” memang harus disudahi. Hanya, dengan aktivitas kami masing-masing yang sibuk dengan urusan domestik, ide penyudahan itu tak berkembang menjadi sebuah pergerakan. Sampai sekitar pukul 23.00, ide kami masih buntu.

Tapi, setidaknya, Profetika Kafe ini menjadi saksi permulaan aksi. Ya, sebuah kafe yang tak terlalu lebar. Berisi 10 meja saja. Dua lantai. Sebuah “Taman Pergerakan” yang juga diinisiasi oleh dirinya. Saat itu, beberapa diantara kami agak mengeluhkan tempat-tempat pertemuan. Bergonta-ganti, sampai muncul ide, bagaimana kalau kita bikin kedai kopi saja?

“Boleh juga,” katanya. Lalu, terwujudlah sampai sekarang. Dengan biaya, seluruhnya darinya. Kami, hanya perlu merekrut tim dan manajemen yang mengelola kedai kopi ini. Sebagai semacam ruang untuk sekadar menghangatkan pikiran. Kopi, ide dan beragam imajinasi yang barangkali masuk akal diwujudkan menjadi kenyataan. Ruang bagi anak-anak muda agar  bisa saling menyapa. Itu saja.

Terus terang, perkara menyudahi rezim ini terus tergiang diantaranya kami. Bahkan untuk sekian lama. Beragam sekenario kami rancang.

Skenario Pertama

TEMBAK MATI SAJA

Usulan pertama yang sempat mengemuka. Tembak mati saja orang-orang semacam Kasdut, Bahlul, Sarkowi, Gibleng, sampai Wowor. Orang-orang yang dinilai problematis. Selalu dan terus menerus membuat kerusakan. Masalahnya? Dari mana kami bisa mendapatkan senjata? Bagaimana bisa menghabisi tapi tak pernah dan tak bisa terendus jejaknya? Sebuah problem yang menyertai. Tapi, kalau orang-orang itu mati, setidaknya tak terus-terusan semena-mena ngomong dan bertindak semaunya sendiri. Skenario yang cukup riskan memang. Juga, berisiko. Tapi, inilah yang pertama kali muncul

Skenario Kedua

PEMBANGKANGAN SIPIL

Semua hal, menolak perintah penguasa. Semacam aktivitas yang dilakukan secara sadar dan tanpa kekerasan oleh warga negara untuk menentang hukum ataupun kebijakan yang telah ditetapkan negara dan pemerintah. Tujuannya agar terjadi perubahan karena hukum ataupun kebijakan tersebut dianggap melanggar keadilan dan kepatutan moral. Ide ini muncul. Pertanyaannya, apakah bisa dijalankan secara besar-besaran? Jawabannya, masih tergantung di langit tinggi.

Skenario Ketiga

KUDETA SAJA

Semacam sebuah tindakan pembalikan kekuasaan terhadap seseorang yang berwenang dengan cara ilegal dan sering kali bersifat brutal, inkonstitusional berupa “pengambilalihan kekuasaan”, “penggulingan kekuasaan” sebuah pemerintahan negara dengan menyerang (strategis, taktis, politis) legitimasi pemerintahan kemudian bermaksud untuk menerima penyerahan kekuasaan dari pemerintahan yang digulingkan. Masalahnya,  apakah tentara mau dan bisa melakukannya? Lagi-lagi jawaban belum menyenangkan.

Skenario Keempat

AKSI MASSA

Dalam sejarahnya, Aksi massa menjadi senjata kaum pergerakan untuk menumbangkan kolonialisme. Beragam gerakan massa tersebut terorganisasir oleh beberapa kelompok dan organisasi yang selanjutnya menjadi kekuatan politik untuk menjatuhkan kekuasaan kolonial yang eksploitatif. Aksi massa menjadi hal umum yang dilakukan guna menekan segala bentuk tindak laku pemerintah yang tidak sesuai dengan kehendak masyarakat. Aksi massa dalam sejarah Indonesia sebagai bangsa, menjadi tradisi politik tertentu. Aksi  masa periode pergerakan nasional atau pra-kemerdekaan, demokrasi terpimpipin, orde baru, reformasi hingga kini pasca reformasi masing-masing sedikit banyak berhasil menyudahi kekuaasaan yang zalim. Apakah ini memungkinkan? Tentu sangat mungkin.

Skenario Kelima

AKSI LINGKARAN PENCERAHAN

Sebenarnya, kami sudah tidak tahan dengan keambudaradulan, kebrutalan dan kesewenang-wenangan penguaasa. Tapi, kami juga melongok ke dalam diri, sejauhmana kekuatan yang kami punyai. Yang kami punyai sekarang adalah markas besar di “Profetika Kafe” ini. Kami, sejenak melupakan skenario-skenario yang pernah hadir dan kami hadirkan. Sampai, pada suatu titik, biarkan kami melakukan apa yang kami namakan “Aksi Lingkaran Pencerahan”.

Kembali bergerak. Kalau boleh dibilang, mulai dari “Nol Lagi”. Jalan perjuangan memang panjang. Kami membaca, rentang pasca reformasi sampai sekarang ada semacam kekosongan pemikiran. Bagaimana aksi-aksi harus dibangkitkan (kembali). Penyadaran-penyadaran bersama harus kembali menjadi prioritas. Bentuk nyatanya, “Aksi Lingkaran Pencerahan” itu. Menciptakan dan memfasilitasi ruang penyadaran transformatif kader-kader penggerak. Ya, agar bergerak dengan basis pemikiran yang cukup pada lokusnya masing-masing.

“Cukup masuk akal,” kata Bram. Abang kita satu ini.

Hari demi hari, selepas senja, “Profetika Kafe” menjadi tempat yang hangat bagi obrolan-obrolan yang menyulut api perjuangan. Anak-anak muda datang dari berbagai penjuru. Menenteng buku-buku, berbicang, ngobrol santai dengan camilan-camilan ala kadernya. Tapi, kali ini, kami kedatangan “peserta” baru. Dua orang intel medioker menyeruput kopi dengan menghebus-hembuskan sebatang rokok di tangan. Pemandangan yang kami biarkan sebagai sebuah dinamika yang mengundang kewaspadaan mata.

About the Author

Yons Achmad

Penulis | Pembicara | Pencerita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like these

No Related Post