Don’t Laugh at People’s Ideas
Oleh: Yons Achmad
(Praktisi Branding. Pendiri Brandstory.id)
Di media sosial, saya membaca komentar orang. Banyak betul yang mentertawakan, misalnya ibu-ibu yang konon sedang berjuang mendapatkan cuan lewat FB Pro. Komentarnya sadis-sadis, tak perlu saya hadirkan di sini. Hanya saja, ada komentar dari pegiat FB Pro yang cukup lumayan bijak. “Biar orang mentertawakan proses kita di FB Pro, tenang, kelak mereka akan bertanya bagaimana caranya ketika kita berhasil.”
Saya sendiri memang belum mengaktifkan FB Pro. Kali ini, saya tak akan ikut-ikut mentertawakan atau mengecilkan usaha berburu cuan itu. Siapa tahu, memang benar-benar bisa cuan dan menghasilkan nominal finansial yang fantastis. Berangkat dari fenomena ini, saya hanya sedang belajar untuk mengapresiasi setiap usaha, mengapresiasi setiap ide. Bahkan, ide “gila” sekalipun.
Di dunia artis, dulu banyak yang misalnya mentertawakan performa Vicky Prasestyo dengan bahasa yang campur aduk nggak karuan. Ternyata, dia bisa eksis juga dengan strategi “personal branding” itu. Dengan public speaking yang lumayan bagus, gaya komunikasinya yang cukup menghibur, plus suaranya ketika menyanyi yang boleh juga. Begitu juga “kegilaan” misalnya Aldy Taher. Dia pernah diwawancarai TV One terkait alasannya maju lewat dua partai sebagai bakal calon legislatif (bacaleg), yaitu DPRD-DKI Jakarta dari PBB dan DPR RI dari Partai Perindo sekaligus. Dia memberi jawaban-jawaban konyol.
Saat ditanya, dia malah bertanya balik ke presenter tv, “Memang, Mbak, enggak bingung? Semua manusia di muka Bumi ini bingung, Mbak. Nanti enggak bingung kalau sudah di surga.” Aldi menjawab hampir semua pertanyaan secara ignoratio elenchi, yakni mengalihkan perhatian dari apa yang sebenarnya sedang dibahas.
Terkait ide, di dunia politik kekuasaan, ada juga ide “Makan Siang Gratis” ala Prabowo. Program yang ditertawakan banyak orang, dinilai tak bakalan bisa dilaksanakan. Dalam bahasa politik, dibilang program yang “too good to be true”. Diartikan mustahil, tidak mungkin terlaksana, juga bermakna “untrue”, tidak benar atau dalam bahasa yang lebih vulgar adalah “Bohong!”. Tapi nyatanya, kejadian juga walau berganti nama menjadi “Makan Bergizi Gratis”. Terlepas banyak kekurangan di sana sini dalam pelaksanaannya, itu perkara lain. Tapi, nyatanya program itu terjadi.
Dari contoh fenomena di atas, saya merenungi dengan sepenuh hati. Saya coba sedikit berjanji pada diri sendiri. Jangan pernah mentertawakan orang. Mentertawakan yang sedang berjuang, bahkan ketika mendapati ide segila apapun. Biasa saja. Toh, kita tidak pernah tahu apa yang sedang direncanakan. Mungkin semuanya itu bukan tujuan, tapi semacam jembatan saja. Jadi jalankan saja.
Ketika tuntas merenungkan itu, tiba-tiba telepon saya berdering. Seorang kawan, senior yang lama sekali tak jumpa. Dia punya ide “Gila”. Apa itu? Bikin partai politik. Kabar baiknya, saya sudah terkondisi dengan ide-ide “gila” semacam itu. Maka, dengan tenang hati, saya mengapresiasi. Kami bertemu di sebuah kedai kopi, bilangan Jakarta Selatan. Saya siap membantu, bahkan siap terlibat dalam setiap prosesnya.
Saya sangat menyukai tantangan. Ide-ide baru yang boleh dibilang sulit, susah. Kenapa saya malah menjadi tertantang? Saya percaya, sulit itu kategori bisa. Artinya apa? Ya bisa dilaksanakan. Tentu, perlu perjuangan. Kalau itu sudah pasti. []