Kaya Secara Pelan

Kaya Secara Pelan
Oleh: Yons Achmad
(Kolumnis, tinggal di Depok)

Saya penganut filosofi “Get rich slowly”. Menjadi seorang (muslim) yang kaya secara perlahan, secara pelan-pelan. Saya bukan tipikal yang terburu-buru atau grasa grusu. Saya juga bukan tipe yang mudah terpengaruh  paparan media sosial terkait misalnya “Flexing,” seseorang yang sering memamerkan capaian kekayaannya dalam bentuk materi (uang). Saya punya jalan sendiri untuk meraih kekayaan.

Saya memang keras kepala dengan jalan hidup. Apa yang saya yakini, itu yang saya jalankan. Mungkin hanya saya sendiri yang percaya jalan hidup yang ditempuh bakal berhasil. Bahkan, mungkin pasangan saya sendiri tak memercayai jalan hidup saya. Tak jadi soal. Saya tak pernah memaksa siapapun untuk percaya. Satu yang saya lakukan, diam-diam terus bekerja untuk mewujudkannya. Itu saja. Lelaki tidak bercerita.

Terlambat, umur kamu berapa? Itu mungkin pertanyaan yang maksudnya sudah jelas, mencemooh. Menghakimi, umur sekian belum punya apa-apa. Tentu, saya tak perlu menanggapinya. Satu hal yang pasti, karena saya punya anak-anak, itu yang menjadi fokus saja. Mencukupi kebutuhannya, membuatnya setiap hari bahagia dan menciptakan momen-momen kecil sebagai kenangan. Itu saja.

Konon,  maraknya orang yang pingin cepat kaya, tiba-tiba, seperti digambarkan dalam istilah psikologi digital sebagai apa yang disebut dengan “instant gratification”.  Sebuah kenikmatan-kenikmatan yang coba didapat dengan cara yang instan. Sebuah mentalitas instan yang ingin segera mendapat sesuatu secara cepat.  Semua itu akibat “digital behavior” scroll sana scroll sini seperti  ingin mendapatkan informasi yang cepat. Mentalitas yang membahayakan hidup dan kehidupan. Kenapa? Saya percaya, semua keberhasilan, termasuk kekayaan tak bisa didapatkan secara instan.

Sebuah keberhasilan selalu diwarnai dengan proses yang panjang, berliku, konsisten, terus menerus memperbaiki performa, bisa lepas dari beragam drama, bisa menemukan solusi paling jitu atas beragam permasalahan dan problem kehidupan baik karir maupun bisnis, belum lagi bersikap tenang atas komplain, kritik bahkan caci-maki yang membuatnya selalu berefleksi diri, sampai jalan ke luar bisa terpecahkan dan akhirnya cerita epic (menakjubkan) bisa kita rayakan.

Jalan saya sepertinya semacam itu. Pengalaman sejauh ini, sebelum saya benar-benar mendapatkan sesuatu, tak pernah mulus-mulus saja. Seringkali dimulai dengan jalan memutar. Harus melalui berbagai tahap yang melelahkan sebelum benar-benar mendapatkan sesuatu. Sampai kini, masih terus saya jalani proses semacam itu. Biasanya, diawali dengan memberi sesuatu. Tak melulu uang, apapun itu. Setelahnya, pelan-pelan jalan terbuka.

Saya sendiri, insyaallah tidak takut dan khawatir masa depan. Juga, tak terlalu meratapi masa lalu. Sampai sekarang toh saya masih baik-baik saja. Masih hidup, tidak putus asa atau bunuh diri. Artinya Allah memang masih memberikan kesempatan. Satu hal yang pasti, saya terus bekerja, berkarya. Dan hasil yang didapatkan adalah, tentu saja, hasil kerja kemarin-kemarin.

Bagi saya, kaya sendiri adalah perkara rasa. Saya tak akan membandingkan dengan capaian orang lain. Bagi saya, yang terpenting adalah hari ini harus lebih baik dari kemarin. Di sini, hari bisa diganti dengan bulan atau tahun. Dengan begitu, kuncinya hanya fokus perbaikan setiap hari, bekerja lebih keras dan cerdas lagi pada hari ini. Itu saja rumusnya. []

About the Author

Yons Achmad

Penulis | Pembicara | Pencerita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like these