Never Before in History
Oleh: Yons Achmad
(Praktisi Branding. Pendiri Brandstory.id)
Sebuah masa yang sudah lama, tapi masih terasa baru kemarin saja. Sekian foto terpampang di dinding kamar kost saya. Saat itu masih mahasiswa. Sebuah foto Che Guevara dengan topi “Kamerad” nya, sebuah foto Tan Malaka dengan mata tajamnya, juga sebuah foto Sayid Qutb pada sebuah penjara. Sosok-sosok revolusioner pada zamannya.
Saya mengidolakan mereka. Mereka adalah para pencipta sejarah. Dengan karya dan gerakannya di lingkup masing-masing. Sejarah, yang belum pernah “diambil” oleh para pendahulunya. Mereka adalah sejarah itu sendiri. Namanya, cukup manis di panggung pergerakan. Panggung kebaruan. Panggung perubahan. Panggung peradaban.
Satu semangat yang saya ambil adalah “Never Before in History”. Bagaimana, seseorang juga bisa berkarya, melakukan gerakan yang belum pernah ada dalam sejarah. Ya, dia sendiri yang menuliskan sejarah kebaruannya sendiri. Saya kira, semangat yang menarik untuk direnungkan.
Bahkan, ketika kita merasa menjadi “medioker” sekalipun, bisa punya peluang untuk ambil sejarah. Lakukan sesuatu yang belum pernah dikerjakan orang sebelumnya. Itulah keunggulan dan kompetensi andalan kita. “One and Only”. Kitalah satu-satunya yang mengerjakan.
Dalam perjalan hidup, dalam lingkup yang kecil, saya sudah memulainya.
Misalnya, ada komunitas Forum Lingkar Pena (FLP). Konon, organisasi penulis ini anggotanya mencapai 5000-an. Sebuah jumlah yang begitu besar untuk ukuran komunitas penulis. Banyak karya yang dihasilkan. Beragam buku, baik fiksi maupun non fiksi. Bahkan beberapa diantaranya sudah difilmkan. Begitu produktif para anggota FLP ini berkarya.
Saya waktu itu sebagai Humas Pusat. Saya berpikir, apa yang sekiranya belum dikerjakan. Tepat, semacam lagu atau Mars FLP. Maka, dengan kemampuan bermusik yang pas pasan, saya ciptakan Mars FLP itu. Nyaris tidak jadi. Pada Munas FLP di Bali, rencananya, Mars akan dikumandangkan. Sekian jam sebelumnya, Mars belum jadi. Kabar baik, satu jam sebelum acara, Mars jadi. Akhirnya, bisa berkumandang di acara munas para penulis itu. Lega rasanya.
Begitu juga trend podcast. Banyak orang bikin podcast, tapi podcast lokal, adakah? Ternyata belum. Termasuk, di Kota Depok, tempat saya tinggal sekarang. Maka, kita mulailah rencana bagaimana Podcast Depok bisa mengudara. Kabar baiknya, sampai sekarang podcast masih terus berjalan.
Di gerakan mahasiswa. Begitu juga. Banyak yang jago orasi, banyak yang akhirnya jadi anggota dewan. Saya berpikir, kira-kira apa yang belum dikerjakan? Tepat, menulis semacam database, profil singkat para alumninya. Akhirnya, jadilah buku “Seribu Kiprah Alumni KAMMI” buku seri pertama dengan 100 profil alumni.
Mungkin, bagi orang lain, itu capaian yang biasa saja. Tapi, saya mengerjakan semua itu dengan begitu sungguh-sungguh. Banyak betul kendala. Tapi, akhirnya jadi juga. Saya, tentu terus tertantang, bagaimana selalu mencipta “Kebaruan” untuk sebuah “Perubahan” dalam kehidupan. Setidaknya, bisa berdampak bagi diri sendiri. Kalau ternyata, bermanfaat bagi orang lain. Anggap sebagai bonus semata. []