If You Can’t Beat Them, Join Them

If You Can’t Beat Them, Join Them
Oleh: Yons Achmad
(Kolumnis. Pendiri Brandstory.ID)

Pepatah dari negeri antah barantah ini mengemuka kembali. “If You Can’t Beat Them, Join Them”. Artinya “Kalau tak bisa kalahkan, gabung saja”. Lebih halusnya mungkin, kalau memang sudah merasa tidak bisa berkompetisi, atau berpotensi kalah, lebih baik memang membuka diri saja. Bahasa gampangnya, bisa bergabung atau semacam berkolaborasi saja.

Umpamanya, dalam politik, Prabowo-Sandi dulu gabung dengan pemerintahan Jokowi. Periode berikutnya, Prabowo jadi presiden. Salah satu partai yang tak mendukungnya semisal PKS akhirnya gabung juga. Dalam politik, begitulah, tak ada lawan dan kawan yang abadi. Yang ada kepentingan abadi. Entah karena alasan apapun, pada akhirnya, PKS yang dinilai partai idealis, akhirnya kena cap “partai sama saja” dengan yang lain. Imbasnya, “dihukum” para simpatisan bahkan kader-kadernya. Misalnya di pilkada Jakarta, tak memilih calon yang diusung PKS.

Apakah langkah PKS ini salah? Saya tak sedang bincangkan salah atau benar dalam politik. Tapi, saya sedang ingin soroti perihal isu sesuai judul di atas. Bagaimana sebuah partai, lembaga, bahkan diri kita, dalam urusan karier, bisnis atau kehidupan, pada akhirnya harus ambil langkah strategis. Kalau tak bisa kalahkan, gabung aja. Itu sebuah alternatif. Yang, boleh dibilang realistis, masuk akal untuk tetap bisa bertahan.

Dalam bisnis, mirip perusahaan taksi semacam Blue Bird yang gabung dengan aplikasi Gojek atau Grab. Begitu juga, Tokopedia, gabung dengan Gojek atau sebaliknya. Begitu juga merger antara Honda dan Nissan. Lain lagi, Smartfren dan XL Axiata telah resmi merger menjadi XLSmart pada 25 Maret 2025. Semuanya itu memperlihatkan, sepertinya memang upaya untuk tetap bisa bertahan karena gempuran keadaan.

Memang, setiap orang, punya idealisme masing-masing. Saya tentu saja, setidaknya masih menyisakan sedikit idealisme. Bagi yang merasa masih punya semacam idealisme, mungkin masih merasa sebuah kemewahan. Tapi, tak jarang, banyak juga yang menilai idealisme itu omong kosong, cenderung mentertawakan, meledek, nyinyir, bahkan mengolok-olok. Ya biar saja. Setiap orang punya pikiran masih-masing. Seiring waktu, perjalanan berubah. Banyak faktor yang bikin orang berubah langkah, berubah pikiran. Salah satunya demi “dapur ngebul”.

Pada tahun 2024 kemarin, walau saya tak masuk politik praktis, tapi sebagai netizen, tentu saja terlibat dalam dukung mendukung kandidat politik tertentu. Hasilnya, gesekan-gesekan pertemanan menjadi sedikit renggang. Tak terhindarkan. Disebabkan karena beda pandangan (politik) serta benturan nilai-nilai yang menyertainya. Kabar baiknya, lebaran tahun ini (Maret-April 2025) menjadi momentum bagus untuk kembali merekatkan hubungan perkawanan lagi. Silaturahmi-silaturahmi terjalin kembali. Lupakan pernah beda pandangan (politik), kembali rajut kembali visi-visi baru.

Semuanya itu harus dimulai dari diri sendiri. Itu sebabnya, sebagai langkah nyata, saya kembali berkomunikasi lewat jalur pribadi. Menyapa rekan-rekan lagi, baik yang beda pandangan (politik) maupun yang tidak. Semua tersapa, tanpa kecuali. Saya mencoba untuk lebih terbuka pada siapun, termasuk menjajaki peluang-peluang kolaborasi, tanpa harus dibatasi sekat-sekat semisal partai, ormas, komunitas dan kelompok kepentingan lain. Saya mencoba terbuka pada semua.

Tapi, pada akhirnya, semua kembali pada kompetensi. Tanpa ada kompetensi (unggulan) yang bisa tawarkan, mustahil kerja-kerja kolektif, kerja-kerja kolaborasi bisa dijalankan. Maka, upgrade ilmu (sekolah lagi), atau upgrade skills (sertifikasi beragan skill BNSP) sepertinya diperlukan. Tentu sesuai kebutuhan (prioritas). Selebihnya, terus berkarya.

Dalam dunia kepengarangan kreatif, ada istilah Show, don’t tell. “Tunjukkanlah, alih-alih mengatakannya”. Rasa-rasanya, dikaitkan dengan perspektif personal branding, hal ini diperlukan. Umpamanya, alih-alih klaim dan bilang “Saya produktif”, tunjukan saja, tanpa harus selalu berupaya mengatakannya.

Makanya, kembali ke awal, sebelum cerita lebih jauh, kelak mungkin ada yang “memergoki” saya berada dalam forum, kantor atau tempat lain yang sebelumnya saya tak pernah gabung dan hadir. Tenang, itu sebatas upaya untuk lebih membuka diri saja atas dunia yang cara bekerjanya sering di luar perkiraan kita. Sebuah upaya untuk bisa tetap relevan di setiap zaman. Itu saja.

About the Author

Yons Achmad

Penulis | Pembicara | Pencerita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like these