3 F Pasca Lebaran

Ingat “Rumus Perubahan” ala Pendakwah Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)? Ya betul, “Mulai Dari Sendiri”, “Mulai Dari yang Terkecil,” “Mulai Dari Sekarang”. Dulu saya agak kurang sepakat dengan istilah-istillah begini. Terlalu simplisistis (Menyederhanakan masalah) dan tentu saja tidak elaboratif (Tidak detail dan mendalam). Tapi, menariknya, banyak juga pengikut Aa Gym dan istilah ini begitu membekas diingatan banyak orang.

Sampai saya sadar. Telepas apapun itu, ternyata banyak orang menyukai kesederhanaan. Itu sebabnya, dalam proses kehidupan, tak peduli ketika membahas apapun, ternyata kesederhanaan diperlukan. Saya tertarik mencobanya. Selama ini, saya lebih banyak semau sendiri. Saya tak pernah, atau lebih tepatnya jarang ikut arus.

Ternyata dalam Filosofi Jawa ada semacam pepatah “Ngeli Ning Ojo Keli” yang memiliki arti mendalam tentang menjalani hidup dengan arif dan bijaksana. Secara harfiah, ungkapan ini berarti “Mengikuti arus tetapi jangan sampai hanyut”. Maknanya, seseorang diajarkan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan tantangan hidup, namun tetap berpegang pada prinsip dan jati diri. Boleh juga dicoba.

Filosofi ini mencerminkan cara hidup orang Jawa yang adaptif, namun tidak kehilangan identitas. Dalam menghadapi tantangan modernitas, filosofi ini mengajarkan agar tetap mengikuti perkembangan zaman, tetapi tidak melupakan akar budaya dan moral. Menjadi fleksibel tanpa kehilangan integritas adalah esensi dari “Ngeli Ning Ojo Keli”.

Filosofi demikian, menjadikan orang Jawa bisa diterima di mana saja. Mulai dari Aceh sampai Papua. Sebagai orang Jawa, saya memang berusaha terus memegang falsafah-falsafah yang diajarkan, untuk dipraktikkan dalam keseharian. Maka, seperti “Rumus Perubahan” Aa Gym, izinkan saya juga punya rumusan semacam ini yang akan saya praktikkan terutama pasca lebaran 2025 ini. Diantaranya:

Pertama, Fast (Cepat). Memang, orang Jawa punya falsafah “Alon-Alon Waton Kelakon” alias “Pelan-pelan asal tercapai”. Saya sebelumnya juga penganut falsafah ini. Hanya, sepertinya karena perubahan dan kebutuhan, butuh penyegaran, bolehlah digeser sedikit menjadi “Luwih Cepet Luwih Apik”. Artinya “Lebih Cepat Lebih Baik”. Karena sekian lama terframing “Alon-Alon Waton Kelakon” itu, menjadikan saya merasa jalan begitu lambat. Saya tak mau lagi seperti itu, apapun itu, harus cepat. Terutama, dalam pekerjaan. Menulis buku harus cepat, maksimal sebulan, syukur-syukur seminggu bahkan 3 hari selesai. Project-project maksimal sebulan selesai, kita tentu menjadi pilah-pilih agar project maksimal sebulan atau kurang sudah selesai, kecuali kalau memang durasi tahunan, tapi, pastikan dalam sebulan ada capaian sesuai dengan yang direncanakan.

Kedua, Fleksible (Luwes). Semula, saya memikirkan sesuatu, mengerjakan sesuatu harus “Idealis”. Kenapa? Yang direncanakan secara ideal (Idealis) aja seringkali hasilnya tak ideal, apalagi yang sejak diawal memang dimulai secara pragmatis dan serampangan, hasilnya tentu berantakan. Dalam praktiknya, kadang idealisme sering bertabrakan dengan orang lain, jadinya, kadang kolaborasi-kolaborasi menjadi tak jadi terjalin. Kini, saya mencoba untuk lebih fleksible, lebih luwes. Lebih banyak membuka diri untuk kolaborasi dan kerjasama-kerjasama saling menguntungkan. Yang terpenting, seperti filosofi Jawa, “Urip Kui Urup” (Hidup Itu Menyala). Artinya, yang penting terus bisa memberikan manfaat bagi sekitar, sekecil apapun.

Ketiga, Fun (Seru). Dalam filosofi Jawa, kebahagiaan (bahagia) tidak hanya tentang kesenangan semata, melainkan juga tentang keseimbangan hidup, keharmonisan dengan alam dan sesama, serta keberkahan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dalam hidup, saya bahagia bukan setelah mendapatkan hasil dari pekerjaan. Saya coba menjadikan pekerjaan itu sebagai sebuah kebahagiaan. Bukan bahagia setelah bekerja, tapi bahagia dalam bekerja. Singkat cerita, mengerjakan sesuatu dengan kebahagiaan, keseruan, biasanya hasilnya akan maksimal dan menyenangkan. Teorinya gampang, jalaninnya syuuulit. Kabar baiknya, sulit itu kategori bisa.

Sepertinya, cukup itu saja. Rasa-rasanya, asyik juga kalau dijalankan. Hanya, satu hal yang penting juga. Dalam falsafah Jawa, ada istilah “Becik Ketitik Olo Ketoro”. Filosofi yang satu ini memiliki makna bahwa semua kebaikan pasti akan terlihat dan semua keburukan atau kejahatan juga akan tampak pada waktunya. Filosofi ini mengajarkan kita agar senantiasa terus memperbanyak perbuatan baik. Terlebih, semua keburukan pasti akan terbongkar dan mendapatkan ganjarannya juga. Jadi, teruslah bekerja, teruslah. berbuat baik. Ibarat benih, tak peduli di mana kau ditanam, TUMBUHLAH.

Salam

Yons Achmad
Penulis & Praktisi Branding
CEO Brandstory.ID

About the Author

Yons Achmad

Penulis | Pembicara | Pencerita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like these