

Penulis | Pembicara | Pencerita
Saya selalu menyisakan “Project” pasca lebaran. Kenapa? Kalau tidak begitu, pasca lebaran bakal meringis tak karuan. Semua pasti tahu maksud saya. Setiap tahun, saya melakuan demikian, kenapa pula? Seperti biasa, tak peduli berapa uang yang dibawa pulang kampung. Biasanya habis, bahkan bisa dipastikan habis. Itu sebabnya, biar saja misalnya beberapa klien menunda pembayaran sehabis lebaran. Hitung-hitung, untuk mengamankan “Cash flow” (arus kas) bisnis.
Saya memang punya rencana ideal. Setidaknya menurut saya. Bekerja dengan tim secara maksimal. Berhenti sampai dua minggu jelang lebaran. Agar saya dan tim bisa fokus menjalankan ibadah i’tikaf. Artinya, 15 hari sebelum lebaran, semua sudah aman. “Founder” dan keluarganya secara keuangan aman sambut lebaran, begitu juga gajian tim plus “THR” aman sentosa. Sementara, biasanya 15 hari jelang lebaran itu, fokus saja pada “penawaran-penawaran”. Harapannya, awal lebaran sudah bisa “Running” project baru dan akhir lebaran (syawal) tak ada kendala “cash flow” bisnis.
Masalahnya, rencana kadang tak sesuai realita.
Saya dan tim memang bergerak dalam usaha jasa. Konon, katanya usaha jasa itu tanpa modal? Siapa bilang? Perkembangan teknologi semakin pesat, arus informasi semakin berkembang. Satu jalan agar saya dan tim tetap relevan adalah skill (kompetensi) kita juga harus mengikuti. Untuk dapatkan informasi-infrmasi yang eksklusif, saya misalnya melanggan beberapa media (Kompas, Tempo, Vidio, RCTI-+ dll) juga melanggan “Tool Set” semacam Canva, Cap Cut. Belum lagi, saya dan tim setiap bulan mengusahakan ambil kursus singkat (E-course) sesuai kebutuhan. Semua semata-mata agar tetap menjadikan kami relevan.
Biasanya, kami gas pol, harapan, 10 hari ramadhan, semua senang. Project-project selesai, yang artinya arus keuangan masuk secara menyenangkan pada kas perusahaan. Kabar kurang baiknya, tak setiap lebaran kami bisa tenang dengan kondisi semacam itu. Ada kalanya, belum berhasil. Bahkan babak belur. Arus kas lebaran tidak baik-baik saja. Kalau sudah begitu, menyerah? Tentu tidak.
Saya dan tim, tentu perlu terus berkarya, bekerja. Menyapa lebih banyak lagi orang (tokoh) dan lembaga-lembaga. Baik perusahaan, instansi pemerintah, institusi pendidikan maupun lembaga-lembaga sipil lainnya. Harapannya, saya dan tim nanti bisa “balas dendam” dalam capaian tiga bulan ke depan. Maksudnya apa? Misalnya, karena arus kas kurang menyenangkan di lebaran tahun ini. Artinya saya dan perusahaan tidak bisa berbagi ala “Sedekah Brutal”. Nah, saatnya “balas dendam” di hari raya Kurban (idul adha) nanti dengan berkurban lebih banyak lagi dari biasanya.
Itu rencana dan realita. Yang kadang tercapai. Yang kadang tidak, lebih tepatnya belum tercapai. Pada akhirnya, kami para pebisnis, memang tidak lagi bisa andalkan “Insting” saja dalam berbisnis. Tak cukup pula dengan data atau riset yang menopangnya. Setiap tahun, kami juga semacam “dipaksa” untuk bisa membaca pola. Ya, membaca pola, siklus bisnis yang terjadi dari tahun ke tahun. Ini yang membuat saya dan tim tetap bisa bertahan. Dalam segala gempuran. []
Salam
Yons Achmad
Penulis
Praktisi Branding
CEO Brandstory.id